*Sayang.. Kembalilah, Aku Menunggumu.*
"Mereka duduk bersama,
tetapi saling membelakangi. Aku heran kenapa seperti itu, bukankah lebih enak
ngobrol dengan bertatap muka. Orang dewasa memang aneh."
Lalu aku pergi duduk
tidak jauh dari kursi mereka, sembari ku baca buku yang sedang aku pegang. Aku
tidak sengaja mendengar percakapan mereka.
“Kenapa tak
kau pergi saja dari sini? Bukankah kau sudah bosan dengan keadaan ini?” tanya
seorang perempuan anggun berjilbab warna biru langit.
“Siapa yang mengatakan seperti itu? Aku tidak bosan,
tidak sama sekali. Aku hanya ingin mempertahankan hubungan kita ini.” Ucap
laki-laki meyakinkan.
“Mempertankan seperti apa yang kau maksud? Bukankah
sudah jelas, kau biarkan aku pergi. Lalu kau ikut pergi pula. Kita sama-sama pergi,
tak ada yang perlu dipertahankan lagi. Lebih baik kau melangkah lebih jauh lagi
atas kepergianmu itu, agar aku tak melihatmu kembali.” Ujar perempuan anggun
dengan terisak tangis.
“Kau ingin aku benar-benar pergi darimu? Jika itu
yang kau mau, aku akan melakukannya!” ancam laki-laki dengan intonasi sedikit
lebih keras.
“Iya, kau pergi saja. Biarkan aku disini, sendiri.
Aku sudah terbiasa. Biarkan semua ini kembali kepada saat 7 jam yang lalu, saat
aku belum bertemu kau. Dimana kau memang pergi bak ditelan bumi sejak 5 tahun
lalu.” Balas dengan suara lembutnya.
“Maafkan aku sayang.. maafkan aku, bukan maksudku
seperti itu. Tetapi jika memang kepergianku membuat kau lebih tenang, aku akan
pergi lagi. Jaga baik-baik dirimu perempuanku. Jika kau ingin aku kembali,
kapanpun kau minta. Aku akan kembali padamu perempuanku.” Duduk tersimpu
sembari mencium tangannya.
“Jangan kau pegang tanganku! Datanglah padaku
setelah kau memperbaiki semuanya, terutama akhlakmu.” Ucap perempuan anggun.
“Iya.. doakan aku. Aku akan
kembali padamu setelah aku memperbaiki semuanya.” Janji laki-laki
bertubuh
jangkung tersebut.
Ku lihat laki-laki tersebut pergi meninggalkan wanita
anggun sendiri, namun masih nampak wajahnya teduh, matanya berkaca-kaca, isakan
tangisnya ku dengar lirih. Aku mencoba mendekati dia, ku coba tanyakan apa yang
terjadi.
“Siapa tahu aku bisa membantu.”
“Mba cantik kenapa? Kok menangis? Nanti cantiknya
hilang loh.. itu coba lihat langitnya, ikutan sedih kayak mba cantik. Jadi
teduh kan?” bujukku agar tersenyum.
“Hehe, tidak ada apa-apa dek. Iya ya, langitnya
teduh. Kayaknya bukan karena aku deh, tapi karena mau hujan.” Sambil tertawa
kecil.
“Aduh mba, kan niatnya aku yang mau menghibur. Malah
mba cantik yang nghibur aku. Mba, kenapa tadi mba nangis terus duduknya hadap
kebelakang mba? Supaya apa?” tanyaku selidik.
“Terkadang kita harus menyembunyikan rasa sedih kita
dek, semua orang tidak perlu tau. Ya contohnya kayak gini dek, ketika aku sedang
menangis dan saat adek datang kesini, aku harus berhenti menangis dan jangan
sampai terlihat sudah menangis, meski aku tau, adek sudah melihat aku menangis.”
Jelas perempuan anggun berjilbab biru langit.
“Mba bijak banget, sholehah, baik, cantik pula.
Oiya, kita belum kenalan loh mba, mba namanya siapa?”
“Haduh, iya deh, amiinn. Kalo menyangkut fisik itu
cuma bonus dek. Oiya ya? Malah asik ngobrol. Namaku, Aida. Nama adek siapa?”
“Namaku, Fadya mba. Mba, aku pulang dulu ya?
Dicariin mama nih. Besok-besok kesini lagi ya mba? Ngobrol lagi.”
“Oke adek manis. Sampai
jumpa lagi.”
Bersambung....