Sabtu, 27 Juni 2015

Sayang.. Kembalilah, aku menunggumu.


*Sayang.. Kembalilah, Aku Menunggumu.*

"Mereka duduk bersama, tetapi saling membelakangi. Aku heran kenapa seperti itu, bukankah lebih enak ngobrol dengan bertatap muka. Orang dewasa memang aneh."

Lalu aku pergi duduk tidak jauh dari kursi mereka, sembari ku baca buku yang sedang aku pegang. Aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka.


 “Kenapa tak kau pergi saja dari sini? Bukankah kau sudah bosan dengan keadaan ini?” tanya seorang perempuan anggun berjilbab warna biru langit.

“Siapa yang mengatakan seperti itu? Aku tidak bosan, tidak sama sekali. Aku hanya ingin mempertahankan hubungan kita ini.” Ucap laki-laki meyakinkan.

“Mempertankan seperti apa yang kau maksud? Bukankah sudah jelas, kau biarkan aku pergi. Lalu kau ikut pergi pula. Kita sama-sama pergi, tak ada yang perlu dipertahankan lagi. Lebih baik kau melangkah lebih jauh lagi atas kepergianmu itu, agar aku tak melihatmu kembali.” Ujar perempuan anggun dengan terisak tangis.

“Kau ingin aku benar-benar pergi darimu? Jika itu yang kau mau, aku akan melakukannya!” ancam laki-laki dengan intonasi sedikit lebih keras.

“Iya, kau pergi saja. Biarkan aku disini, sendiri. Aku sudah terbiasa. Biarkan semua ini kembali kepada saat 7 jam yang lalu, saat aku belum bertemu kau. Dimana kau memang pergi bak ditelan bumi sejak 5 tahun lalu.” Balas dengan suara lembutnya.

“Maafkan aku sayang.. maafkan aku, bukan maksudku seperti itu. Tetapi jika memang kepergianku membuat kau lebih tenang, aku akan pergi lagi. Jaga baik-baik dirimu perempuanku. Jika kau ingin aku kembali, kapanpun kau minta. Aku akan kembali padamu perempuanku.” Duduk tersimpu sembari mencium tangannya.

“Jangan kau pegang tanganku! Datanglah padaku setelah kau memperbaiki semuanya, terutama akhlakmu.” Ucap perempuan anggun.

“Iya.. doakan aku. Aku akan kembali padamu setelah aku memperbaiki semuanya.” Janji laki-laki 
bertubuh jangkung tersebut.


Ku lihat laki-laki tersebut pergi meninggalkan wanita anggun sendiri, namun masih nampak wajahnya teduh, matanya berkaca-kaca, isakan tangisnya ku dengar lirih. Aku mencoba mendekati dia, ku coba tanyakan apa yang terjadi. 

“Siapa tahu aku bisa membantu.”

“Mba cantik kenapa? Kok menangis? Nanti cantiknya hilang loh.. itu coba lihat langitnya, ikutan sedih kayak mba cantik. Jadi teduh kan?” bujukku agar tersenyum.

“Hehe, tidak ada apa-apa dek. Iya ya, langitnya teduh. Kayaknya bukan karena aku deh, tapi karena mau hujan.” Sambil tertawa kecil.

“Aduh mba, kan niatnya aku yang mau menghibur. Malah mba cantik yang nghibur aku. Mba, kenapa tadi mba nangis terus duduknya hadap kebelakang mba? Supaya apa?” tanyaku selidik.

“Terkadang kita harus menyembunyikan rasa sedih kita dek, semua orang tidak perlu tau. Ya contohnya kayak gini dek, ketika aku sedang menangis dan saat adek datang kesini, aku harus berhenti menangis dan jangan sampai terlihat sudah menangis, meski aku tau, adek sudah melihat aku menangis.” Jelas perempuan anggun berjilbab biru langit.

“Mba bijak banget, sholehah, baik, cantik pula. Oiya, kita belum kenalan loh mba, mba namanya siapa?”

“Haduh, iya deh, amiinn. Kalo menyangkut fisik itu cuma bonus dek. Oiya ya? Malah asik ngobrol. Namaku, Aida. Nama adek siapa?”

“Namaku, Fadya mba. Mba, aku pulang dulu ya? Dicariin mama nih. Besok-besok kesini lagi ya mba? Ngobrol lagi.”


“Oke adek manis. Sampai jumpa lagi.”

Bersambung....

Jumat, 08 Mei 2015

My First,



PERTAMA...

Yang pertama tidak pernah terduga, ada saja yang membuat aku bertahan. Bertahan tanpa atas dasar yang benar. Aku masih ingat, aku tetap berdiri kokoh dibelakangmu, tepat dibelakangmu. Hingga aku berharap kamu menoleh kebelakang, balik kanan dan ikut berdiri kokoh disampingku. Tapi, kenyataannya itu semua hanya ilusi belaka. Karena kamu sibuk mengejar yang ada didepanmu, tidak pernah kamu sadari ada aku yang dibelakangmu.


Pernah aku bisikan keberadaanku ditelingamu, tapi kamu tak acuh. Kamu tetap berlari mengejar apa yang didepanmu. Aku berfikir ini adalah perjuangan hidup. Tapi pantaskah aku mengejar sesuatu, tetapi ia sendiri mengejar yang ada didepannya? Ini bukan perjuangan, tapi pembodohan.


Yang pertama, kamu tetap akan aku kenang meski kamu bukan pahlawanku. Kamu akan tetap aku pintakan kekuatan lewat doa-doa meski kekuatan yang aku pinta dari Yang Maha Kuasa kamu gunakan untuk mengejar yang ada didepan kamu dan yang didepanmu bukan aku. Kejar ia dengan seluruh kecepatan yang kamu punya.


Yang pertama, maafkan aku. Maafkan aku hanya sampai sini aku bisa berdiri kokoh dibelakangmu. Yang pertama, aku berhenti berdiri kokoh dibelakangmu. Sekarang kamu tidak lagi merasa terganggu dengan bisikan-bisikan yang biasa aku lakukan terhadapmu. Kamu tidak perlu khawatir dengan semua itu. 



#Gus